HMI Cabang Sukabumi

Himpunan Mahasiswa Islam – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah organisasi mahasiswa ekstra kampus yang dipelopori oleh Lafran pane di Jogjakarta pada tanggal 05 Februari

Sejarah Kohati

Berdirinya HMI di Jogjakarta tanggal 5 Februari 1947 digerakkan oleh 15 orang Mahasiswa yang diantaranya terdapat 2 orang perempuan yaitu Misyarah Hilal dan Siti Zainah.

Pelantikan HMI Cabang Sukabumi

Cikole - Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sukabumi periode 2013-2014 secara resmi telah dikukuhkan oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI.

Sabtu, 11 Januari 2014

Sejarah Himpunan Mahasiswa Islam



A. Definisi Sejarah Sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.
B. Latar Belakang Sejarah Berdirinya HMI 
Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI. 
Situasi Dunia Internasional
Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.
Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.
Situasi NKRI
Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal : 
Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
Missi dan Zending agama Kristiani.
Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.

Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.


 Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Latar Belakang Pemikiran
Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah. 
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947
Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain: 
Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :


  • Lafran Pane (Yogya), 
  • Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), 
  • Dahlan Husein (Palembang), 
  • Maisaroh Hilal (Singapura), 
  • Suwali, Yusdi Ghozali (Semarang), 
  • Mansyur, Siti Zainah (Palembang), 
  • M. Anwar (Malang), 
  • Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang), 
  • Baidron Hadi (Yogyakarta).

  • Faktor Pendukung Berdirinya HMI
    Posisi dan arti kota Yogyakarta
    Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan 
    Pusat Gerakan Islam 
    Kota Universitas/ Kota Pelajar 
    Pusat Kebudayaan 
    Terletak di Central of Java
    Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
    Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia 
    Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi) 
    Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik). 
    Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir 
    Ummat Islam Indonesia mayoritas 
    Faktor Penghambat Berdirinya HMI
    Munculnya reaksi-reaksi dari :
    Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) 
    Gerakan Pemuda Islam (GPII) 
    Pelajar Islam Indonesia (PII) 
    Fase-Fase Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia
    Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
    Sudah diterangkan diatas
    Fase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)
    Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh. 
    Fase Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)
    Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun '64-'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
    Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
    Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
    Fase Tantangan (1964 - 1965)
    Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb. 
    Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
    Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)
    HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
    Fase Pembangunan (1969 - 1970)
    Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya : 1) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
    Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang )
    Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 di mana secara relatif masalah- masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara di sisi lain, persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
    Billahittaufiq  wal hidayah,
    Wassalamualaikum war. wab.

    HMI Cabang Gorontalo
    * Disadur dari berbagai sumber.

    Senin, 06 Januari 2014

    SEJARAH KOHATI

    Pelantikan KOHATI Cabang Sukabumi
    SEJARAH KOHATI - Berdirinya HMI di Jogjakarta tanggal 5 Februari 1947 digerakkan oleh 15 orang Mahasiswa yang diantaranya terdapat 2 orang perempuan yaitu Misyarah Hilal dan Siti Zainah. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah Siti Baroroh, Tujimah, dan Tedjaningsih. Kehadiran mereka memberikan kesadaran untuk secepatnya membentuk kohati.

    KOHATI didirikan pada tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H bertepatan dengan tanggal 17 September 1966 M pada Kongres VIII di SOLO.

    Secara khusus motivasi mendirikan wadah khusus keperempuanan didasarkan berbagai faktor yaitu.

    1. Semangat ke-Islaman HMI-Wati yang tinggi

    2. Semangat emansipasi wanita yang membawa keberhasilan diberbagai bidang.

    3. Semangat persatuan yang didasarkan rasa senasib dalam memperjuangkan kemerdekaan fisik maupun spiritual para wanita indonesia.

    4. Rasa tanggung jawab yang besar dalam membangun masyarakat.

    5. HMI-Wati mempunyai cita- cita yang mulia, untuk itu memerlukan wadah dalam membina dan mengembangkannya.

    6. HMI sendiri membutuhkan kekuatan massa yang besar dalam segala aspek perjuangan.

    Berbagai Latar Belakang berdirinya KOHATI. Dijelaskan dalam buku Korp HMI Wati Dalam Sejarah 1966-1994 yaitu :

    Pertama, Perjuangan HMI makin meningkat sesuai dengan gerakan perjuangan bangsa. Terutama pada masa peralihan dari orde lama menuju orde baru. Peningkatan kesadaran kaum wanita dan masyarakat pada umumnya untuk aktif dalam aspek kehidupan semakin besar. Oleh karena itu, dalam rangka pencapaian tujuan HMI lebih maksimal, dilakukanlah pembagian tugas yang lebih efektif. Manifestasi dari pembagian tugas tersebut

    dikembangkanlah lembaga- lembaga khusus. Misalnya Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, Lembaga Pers Mahasiswa Islam, Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam, Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam dan lain lain sesuai dengan kebutuhan anggota.

    Kesadaran untuk lebih meningkatkan peranan dan aktifitas HMI- Wati telah mendorong terbentuknya Corps HMI-WAti (COHATI). Jika dikatakan HMI merupakan kader ummat dan kader bangsa, dengan demikian HMI-Wati turut serta bersamanya menjadi kader wanita islam. Untuk itu sudah sewajarnyalah jika HMI-Wati melakukan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dan perananya dalam setiap gerak HMI.

    Kedua, dapat di kutip disini keterangan Anniswati Rokhlan (ketua umum pertama KOHATI PB HMI) yang dimuat dalam majalah COHATI sebagai berikut : Banyak sekali arti yang dapat diambil dari eksistensi KOHATI dalam HMI. Semula memang maksud didirikanya KOHATI adalah pengerahan massa dalam KAP (Kesatuan Aksi Pengayangan) GESTAPU/PKI, dimanakita ikut berpartisipasi aktif. Dalam bentuk Departemen Keputrian, paling- paling hanya tiga atau empat orang saja yang bersedia bekerja, yang lain hanya menonton saja. Dengan korp HMI-wati, maka banyak HMI-Wati yang ambil bagian, sehingga dengan demikian lebih banyak kegiatan yang dilakukan dan lebih banyak HMI-Wati yang belajar dari pengalaman di HMI. Dengan kata lain pembinaan HMI-Wati sebagai anggota HMI lebih riil. .

    Ketiga, mengutip keterangan Yulia Mulyati Mantan Sekretaris Umum KOHATI PB yang pertama dikatakan bahwa yang mendorong didirikanya KOHATI adalah karena dibentuknya berbagai korp dalam angkatan bersenjata sebagai wadah khusus perempuan, seperti Angkatan Laut punya KOWAL, Angkatan Darat punya KOWAD, Angkatan Udara punya KOWAU, Angkatan Kepolisian punya POLWAN, maka HMI punya KOHATI. Tujuan dari terbentuknya berbagai korp tersebut adalah untuk mengerahkan masa dalam menghadapi komunis. Yulia juga mengatakan gambaran sebenarnya yang mendorong berdirinya KOHATI adalah untuk pembentukan kader- kader HMI-Wati ysng dapat membawakan aspirasi HMI dimanapun berada, disamping itu juga kualitas dan kuantitas HMI-Wati semakin meningkat sehingga dirasakan sangat penting adanya sebuah wadah yaitu KOHATI. Mengutip pendapatnya Nurhayati Jamaz mengungkapkan bahwa situasi sosial-politik pada sekitar tahun 1966 menyebabkan timbulnya hasrat dan semangat dari seluruh unsur masyarakat yang ada untuk mempersatukan kekuatan dalam menumpas gerakan PKI pada waktu itu. PKI merupakan lawan ideologis HMI yang masuk melalui pintu gerakan perempuan (GERWANI). Upaya HMI untuk bersentuhan langsung pada gerakan keperempuanan membawa konsekwensi logis masuknya HMI ke kancah perjuangan gerakan perempuan, baik formal maupun informal. Sebagai langkah taktis untuk masuk ke wilayah perempuan akan lebih efektif bila HMI memiliki kelompok kepentingan (interest-group) yang dapat diperhitungkan sebagai bagian langsung dari gerakan perempuan yang berbasis organisasi perempuan

    Ada dua alasan yang paling mendasar membuat KOHATI didirikan yaitu:

    1. Secara internal, departemen keputrian yang ada pada waktu itu sudah tidak mampu lagi menampung aspirasi para kader HMI-Wati, disamping basic-needs anggota tentang berbagai persoalan perempuan kurang bisa di fasilitasi oleh HMI. Dengan hadirnya sebuah institusi yang secara spesifik menampung aspirasi HMI-Wati juga diharapkan HMI-Wati secara internal memiliki keleluasaan untuk mengatur diri mereka sendiri dan lebih memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang muncul dari basic-needs anggotanya sendiri yaitu kader HMI-Wati.

    2. Secara eksternal, HMI mengalami tantangan yang cukup pelik dikaitkan dengan hadirnya lawan ideologis HMI yaitu komunis yang masuk melalui pintu gerakan perempuan (GERWANI). Selain itu maraknya pergerakan perempuan yang ditandai dengan munculnya organisasi perempuan dengan berbagai pariasi bentuk ideologi, pilihan isu, maupun strategi gerkannya membuat HMI harus merapatkan barisannya dengan cara terlibat aktif dalm kancah gerakan perempuan yang berbasis organisasi perempuan.

    Atas dasar pertimbangan itulah pada tanggal 17 September 1966 M bertepatan dengan 2 Jumadil Akhir 1386 H pada Kongres VII di Solo dideklarasikan KOHATI. Terpilih sebagai Ketua Umum KOHATI pertama waktu itu adalah Anniswati Rokhlan
    oleh: KOHATI Cabang Sukabumi

    HMI Cabang Sukabumi

    Pengurus HMI cabang Sukabumi Periode 2013-2014
    Himpunan Mahasiswa Islam – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah organisasi mahasiswa ekstra kampus yang dipelopori oleh Lafran pane di Jogjakarta pada tanggal 05 Februari 1947 M, yangmana menjadikan organisasi  ini sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia. Himpunan Mahasiswa Islam merupakan salah satu organisasi yang berazazkan islam.

    Di Sukabumi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah ada sejak tahun 1968, pada tahun itu yang menahkodai himpunan ini adalah H. Buya Sukandar (Alm), akan tetapi di Sukabumi himpunan ini sempat pakum dan kembali hadir pada tahun 1998 dengan nama HMI Rayon Sukabumi dan Saudara Tatang dan Ateng jaelani, S.Ag pernah menjabat sebagai ketua Umum HMI rayon sukabumi.

    Sejarah mencatat, himpunan mahasiswa islam (HMI) Cabang Sukabumi baru ada pada tahun 2002 dengan ketua umum pertama yaitu saudara Rahmat Hidayat, S.Pd.I, yangmana sebelumnya merupakan HMI Cabang Sukabumi – Cianjur (Cabang Su-Ci) dengan nahkoda HMI cabang Su-CI pada saat itu adalah saudara Ase Riyadi, S.Ag. Pada tahun 2002, HMI Cabang Sukabumi-Cianjur melebarkan sayapnya dengan memisahkan anatara cabang Sukabumi dan cabang Cianjur, yangmana cabang Sukabumi menjadi induk dari cabang cianjur, saudara Rahmat Hidayat, S.Pd menjadi ketua umum pertama hasil Konfercab I Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Sukabumi periode 2002-2003.

    Seiring perjalanan, dari tahun 2002 hingga saat ini himpunan mahasiswa islam (HMI) cabang Sukabumi telah sembilan kali melaksanakan Konferensi cabang (Konfercab) HMI cabang Sukabumi, dengan Formateur/Ketua umum terpilih sebagai berikut:
    1.    Rahmat Hidayat (Konfercab I) Periode 2002 - 2003
    2.    Samsul hidayat (konfercab II) Periode 2004 - 2005
    3.    Triyono (Konfercab III) Periode 2005 - 2006
    4.    Ahmad saepulloh (konfercab IV) Periode 2006 - 2007
    5.    Jaka Susila (Konfercab V) periode 2007 - 2008
    6.    Ujang Natadiredja (Konfercab VI) Periode 2008 - 2009
    7.    Angga Perwira Sukamawinata (Konfercab VII) Periode 2010 - 2011
    8.    Muhammad Rijal Amirullah (Konfercab VIII) Periode 2011 – 2012
    9.    Ahmad Jamaludin (Konfercab IX) Periode 2013 - 2014

    Pada saat ini, dari sekian banyak perguruan tinggi yang ada di Kota dan Kabupaten Sukabumi terdapat sembilan Komisariat penuh dan empat kimisariat persiapan, antara lain:
    1.    Komisariat STAI Syamsul’ulum
    2.    Komisariat STAI Sukabumi
    3.    Komisariat STH Pasundan
    4.    Komisariat STISIP Syamsul’ulum
    5.    Komisariat STISIP Widyapuri Mandiri
    6.    Komisariat STAI Al-Barakah
    7.    Komisariat STAI Kharisma
    8.    Komisariat STAI Al-barakah
    9.    Komisariat Palabuhanratu (merupakan gabungan beberapa kampus kelas jauh yang ada di wilayah palabuhanratu)
    10.    Komisariat Persiapan STT Nusa Putra
    11.    Komisariat Persiapan Univ. Muhammadiyah
    12.    Komisariat Persiapan AMIK CBI
    13.    Komisariat Persiapan STKIP PGRI

    Himpunan mahasiswa islam (HMI) merupakan tempat berhimpun mahasiswa islam dan merupakan organisasi perjuangan. Salam hejo hideung.

    Rabu, 01 Januari 2014

    Refleksi Akhir Tahun Pengurus PB HMI


    ketua umum pb hmi (arief rosyid)
    Membawakan semangat, gagasan dan harapan. Tulisan ini adalah selintas tinjauan atas kenyataan HMI pada waktu yang terlewat, juga harapan-harapan yang akan datang.

    Hakikat zaman adalah perubahan. Siapa tak berubah, ia akan dilahap zaman, atau setidaknya diseret kepinggiran. Bengis memang, namun tak ada yang luput dari keharusan universal. Kitalah  (seperti dibuktikan lewat fisika modern) semesta

    kecil yang berjalan dalam semesta raya, dengan kelindan dan tata aturan yang sebangun; perbaikan dan kemajuan. Kita yang lalu akan berganti dengan kita yang baru dalam proses yang semakin berkembang. Maka relevan sebuah hadits .kullukum raa-in wa kullukum mas-ulun ‘an ra-iyyatihi, setiapkalian harus mampu memimpin semesta kecil masing-masing, sebelum mampu menggerakkan semesta raya.

    Dalam sebuah komunitas yang besar seperti masyarakat-bangsa, kenyataan tak selalu linear, terarah jelas, atau bergerak dalam ketetapan tertentu. Namun dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada, kita dapat merumuskan pola-pola hubungan yang ajeg. Setiap zaman memang memiliki zeitgeist-nya masing-masing, yang mengandung bawaan dari proses sebelumnya. Kenyataan hari ini adalah hasil dialog antara yang lalu dan yang baru, sebuah destruksikreatif. Untuk menghadapinya, kita dapat mengikuti anjuran kaidah ushul-fiqh ..al-muhafadzatu ‘ala qadimi ash-shalih, walakhdzu bi al-jadidi al-ashlah, merawat apa-apa yang baik dari masa lalu, sambil menerima perubahan baru yang lebih baik.

    Kecenderungan untuk selalu melakukan perbaikan memang harus selalu ada dalam kondisi apapun. Al-Quran suratAli ‘Imran ayat 104 mengajarkan ..waltakunminkum ummatun yad’uuna ilaa al-khayr ta-muruuna bi al-ma’ruf wa tanhawna ‘anial-munkar, harus tampil sekelompok orang yang selalu menyeru kepada yangbaik, melakukan perbaikan (emancipation)dan mencegah penindasan atas kemanusiaan (liberation).Dari sinilah kita dapat merumuskan cita-cita sosial; masyarakat yang adil-makmurdiridhai Allah swt.

    Dengan bercermin pada sejarah, kita bisa maklum bahwa pemikiran dan pergerakan untuk menuju kepada cita-cita sosial selalu didorong dan dibawakan oleh generasi muda. Karena kelompok ini berwatak paling terbuka dan selalu tak puas dengan kondisi yang ada. Organisasi adalah perangkat menuju cita-cita sosial itu. Kata dasar organ yang membentuk organisasi mengindikasikan sebuah tubuh khayal yang dibangun dari jejaring interaksi, simbol, dan tata rekatan ideologis. Organisasi tidak dibangun dari satu kesadaran, melainkan beragam kesadaran yang menggerakkannya, ke satu arahyang sama yaitu cita-cita sosial tersebut di atas.

    HMI memiliki segalapra-syarat dan pra-kondisi untuk itu. Dengan tradisi keislaman-keindonesiaan yang terbuka, keberagaman dan penghargaan atas keberagaman –yang sering dipromosikan orang hari ini– adalah watak utama kita sejak lama, sehingga kenyataan yang dinamis itulah yang berurat-akar dalam kesadaran dan aktifitas ratusan ribu kader HMI di seantero nusantara. Semangat yang inklusif, plural, toleran,dan dinamis ini membuat kader-kader HMI selalu mampu menjadi poros dari pergerakan sosial, sejak level kampus hingga nasional, dari ranah pemikiran, pergerakan,hingga profesional-birokrat.

    Sejak Mei 2013 pelantikan PB HMI di Yogyakarta, saya berusaha menangkap dan membawakan semangat ini. Amanah (kepercayaan) yang dibawa sejak Kongres yang lalu harus memberikan rasa aman kepada pemberi amanah, itulah bagi saya, bagian dari harga diri yang tak bisa ditawar. Setiap tindakan adalah cermin dari kesadaran, juga sebaliknya. PB HMI sebagai representasi tertinggi organisasi mesti memerankan tugas tertinggi, menjaga nilai-nilai dasar dan konstitusi organisasi, sambil berusaha menjadi teladan bagi level kepegurusan di tingkat bawah.

    Namun berharap terlalujauh akan membuat kita jatuh pada kekecewaan. Harus jujur diakui banyak pihak, bahwa perilaku berorganisasi kita masihlah jauh dari yang diidamkan. Ketidak sesuaian antara perilaku individu dengan tuntutan organisasi menyebabkan kita kehilangan pegangan keteladanan. Dan teladan yang buruk menyebar lebih cepat dari kebaikan, menggerogoti wibawa dan pengaruh organisasi.

    Interaksi organisasi yang dibangun dengan nalar kekuasaan semata, membuat batas antara benar-salah menjadi kabur. Dalam kondisi ini tindakan apapun sengaja dibenarkan, demiposisi politik yang diinginkan. Kekuasaan seakan ditempatkan lebih superior dari kebenaran dan keadilan, dalam pengambilan keputusan. Fenomena ini berjalan seiring dengan euforia demokrasi elektoral, ketika kekuasaan politik terdistribusi hingga level mikro. Organisasi menjadi hantaran untuk mengemis-mendapatkan rente dari pola hubungan yang patrimonial. Pola interaksi tuan-hamba antara pengurus organisasi dengan aktor politik eksternal, membuat kita kehilangan keberanian dalam mengambil keputusan.

    Kritik adalah akar perbaikan,perlu dihadapi dengan terbuka. Dan jelas kritik bukan turunan dari pesimisme atas keadaan. Dalam stagnasi tradisi intelektual yang telah terjadi demikian lama, kita tetap perlu bersyukur melihat geliat perkaderan masih terus berjalan. Saya melihat, pada aktfitas perkaderan inilah konsentrasi kita perluterus dijaga dan dikembangkan.

    Sebagai ketua umum PB HMI selama hampir delapan bulan terakhir saya berkunjung ke sedemikian banyak komisariat, cabang dan badko, serta berjumpa dengan ribuan kader dengan pemikiran dan tradisi yang khas masing-masing. Berbagai seremoni pelantikan, workshop, seminar, diskusi, dialog publik, intermediate dan advance training, serta pertemuan epistemik lainnya telah diselenggarakan dengan baik oleh begitu banyak pihak. Saya kagum dan heran sekaligus, inilah paradoks yang menggembirakan, di tengah kritik yang bertubi-tubi atas keadaan organisasi, sebenarnya kita tak pernah kehilangan semangat untuk melakukan perbaikan dan menggerakkan organisasi ini ke arah yang semestinya.

    Dari refleksi di atas,saya memiliki beberapa catatan penting bagi kita untuk dilakukan ke depan. Pertama, Gerakan HMI back to campus tidak bisa terelakkan menjadi kebutuhan dalam mempertahankan status organisasi.Dibutuhkan kebijakan dari setiap level kepengurusan untuk membawa segala aktifitas HMI ke dalam kampus, atau menyesuaikan aktifitas HMI untuk mendukung prestasi akademik kader-kader di kampus. PB HMI selama ini telah mencoba untuk membawa kegiatan-kegiatan besar di kampus; Pelantikan di UGM, Rakernas di IPB, acara seminar dan dialog tidak lagi di ruangan hotel melainkan di kampus sekitar Jakarta dan sekretariat PB HMI, Rapat Pleno I PB HMI Januari nanti juga rencana diselenggarakan di UNPAD bandung.

    Kedua, gerakan HMI Untuk Rakyatadalah kemestian yang tak terelakkan untuk terus disosialisasikan ke seluruh level kepengurusan. Jika kita percaya bahwa hanya demokrasi yang berkualitas yang dapat membawa pada kesejahteraan bangsa, maka peran HMI tak bisa lagi hanya berkisar pada kekuasaan politik elit, namun harus mengarah kepada penguatan kapasitas kewargaan (citizenship) untuk mendorong masyarakat madani (civilsociety) yang kuat. Tak perlu sungkan untuk dikatakan di sini, bahwa PB HMI memerlukan sumbangsih inovasi dari komisariat dan cabang dalam platform gerakan HMI Untuk Rakyat ini.

    Ketiga, untuk menjelang bonus demografi dan perdagangan bebas di waktu mendatang, perkaderan kita perlu diperkaya dengan wawasan keprofesian dan kewirausahaan. Menghidupkan kembali lembaga-lembaga keprofesian di komisariat dan cabang akan memberikan daya organisasi yang lebih kuat, juga mendorong etos kerja yang selama ini kembang kempis.

    Kelima, sebagai lembaga intelektual, kita tak punya pilihan lain kecuali mengembangkan budaya literasi;membaca, menulis, dan berdiskusi. Tiga aktifitas elementer inilah, yang selama ini barangkali dianggap sepele, namun sesungguhnya menjadi modal utama dalam memerankan aktifitas kita di masa ini maupun ke depan.

    Kemauan kita merawat spirit berorganisasi yang inklusif, plural, toleran dan dinamis, sambil membuka diri untuk menerima dan membawa semangat zaman yang baru menjelang, akan memberikan warna yang kuat pada watak organisasi. Kesetiaan kita pada mission sacree terletak pada kemauan untuk terus-menerus memperbaiki diri dan organisasi, menuju profil kader yang berkualitas; muslim, intelektual, dan profesional, yang mampu menjadi motor kearah terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah swt.

    Usia muda adalah waktu terbaik untuk membuka segenap potensi diri, membuktikan kesetiaan pada fitrah kemanusiaan yang hanif; selalu mencintai perbaikan dan kemajuan, sehingga hdup menjanjikan masa depan yang gemilang. Selamat menjalani tahun yang baru, tahun 2014. Yakin Usaha Sampai.


    Muhammad Arief Rosyid Hasan
    KETUA UMUM PB HMI


    Sumber: http://independensia.com