Rabu, 01 Januari 2014

Refleksi Akhir Tahun Pengurus PB HMI


ketua umum pb hmi (arief rosyid)
Membawakan semangat, gagasan dan harapan. Tulisan ini adalah selintas tinjauan atas kenyataan HMI pada waktu yang terlewat, juga harapan-harapan yang akan datang.

Hakikat zaman adalah perubahan. Siapa tak berubah, ia akan dilahap zaman, atau setidaknya diseret kepinggiran. Bengis memang, namun tak ada yang luput dari keharusan universal. Kitalah  (seperti dibuktikan lewat fisika modern) semesta

kecil yang berjalan dalam semesta raya, dengan kelindan dan tata aturan yang sebangun; perbaikan dan kemajuan. Kita yang lalu akan berganti dengan kita yang baru dalam proses yang semakin berkembang. Maka relevan sebuah hadits .kullukum raa-in wa kullukum mas-ulun ‘an ra-iyyatihi, setiapkalian harus mampu memimpin semesta kecil masing-masing, sebelum mampu menggerakkan semesta raya.

Dalam sebuah komunitas yang besar seperti masyarakat-bangsa, kenyataan tak selalu linear, terarah jelas, atau bergerak dalam ketetapan tertentu. Namun dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada, kita dapat merumuskan pola-pola hubungan yang ajeg. Setiap zaman memang memiliki zeitgeist-nya masing-masing, yang mengandung bawaan dari proses sebelumnya. Kenyataan hari ini adalah hasil dialog antara yang lalu dan yang baru, sebuah destruksikreatif. Untuk menghadapinya, kita dapat mengikuti anjuran kaidah ushul-fiqh ..al-muhafadzatu ‘ala qadimi ash-shalih, walakhdzu bi al-jadidi al-ashlah, merawat apa-apa yang baik dari masa lalu, sambil menerima perubahan baru yang lebih baik.

Kecenderungan untuk selalu melakukan perbaikan memang harus selalu ada dalam kondisi apapun. Al-Quran suratAli ‘Imran ayat 104 mengajarkan ..waltakunminkum ummatun yad’uuna ilaa al-khayr ta-muruuna bi al-ma’ruf wa tanhawna ‘anial-munkar, harus tampil sekelompok orang yang selalu menyeru kepada yangbaik, melakukan perbaikan (emancipation)dan mencegah penindasan atas kemanusiaan (liberation).Dari sinilah kita dapat merumuskan cita-cita sosial; masyarakat yang adil-makmurdiridhai Allah swt.

Dengan bercermin pada sejarah, kita bisa maklum bahwa pemikiran dan pergerakan untuk menuju kepada cita-cita sosial selalu didorong dan dibawakan oleh generasi muda. Karena kelompok ini berwatak paling terbuka dan selalu tak puas dengan kondisi yang ada. Organisasi adalah perangkat menuju cita-cita sosial itu. Kata dasar organ yang membentuk organisasi mengindikasikan sebuah tubuh khayal yang dibangun dari jejaring interaksi, simbol, dan tata rekatan ideologis. Organisasi tidak dibangun dari satu kesadaran, melainkan beragam kesadaran yang menggerakkannya, ke satu arahyang sama yaitu cita-cita sosial tersebut di atas.

HMI memiliki segalapra-syarat dan pra-kondisi untuk itu. Dengan tradisi keislaman-keindonesiaan yang terbuka, keberagaman dan penghargaan atas keberagaman –yang sering dipromosikan orang hari ini– adalah watak utama kita sejak lama, sehingga kenyataan yang dinamis itulah yang berurat-akar dalam kesadaran dan aktifitas ratusan ribu kader HMI di seantero nusantara. Semangat yang inklusif, plural, toleran,dan dinamis ini membuat kader-kader HMI selalu mampu menjadi poros dari pergerakan sosial, sejak level kampus hingga nasional, dari ranah pemikiran, pergerakan,hingga profesional-birokrat.

Sejak Mei 2013 pelantikan PB HMI di Yogyakarta, saya berusaha menangkap dan membawakan semangat ini. Amanah (kepercayaan) yang dibawa sejak Kongres yang lalu harus memberikan rasa aman kepada pemberi amanah, itulah bagi saya, bagian dari harga diri yang tak bisa ditawar. Setiap tindakan adalah cermin dari kesadaran, juga sebaliknya. PB HMI sebagai representasi tertinggi organisasi mesti memerankan tugas tertinggi, menjaga nilai-nilai dasar dan konstitusi organisasi, sambil berusaha menjadi teladan bagi level kepegurusan di tingkat bawah.

Namun berharap terlalujauh akan membuat kita jatuh pada kekecewaan. Harus jujur diakui banyak pihak, bahwa perilaku berorganisasi kita masihlah jauh dari yang diidamkan. Ketidak sesuaian antara perilaku individu dengan tuntutan organisasi menyebabkan kita kehilangan pegangan keteladanan. Dan teladan yang buruk menyebar lebih cepat dari kebaikan, menggerogoti wibawa dan pengaruh organisasi.

Interaksi organisasi yang dibangun dengan nalar kekuasaan semata, membuat batas antara benar-salah menjadi kabur. Dalam kondisi ini tindakan apapun sengaja dibenarkan, demiposisi politik yang diinginkan. Kekuasaan seakan ditempatkan lebih superior dari kebenaran dan keadilan, dalam pengambilan keputusan. Fenomena ini berjalan seiring dengan euforia demokrasi elektoral, ketika kekuasaan politik terdistribusi hingga level mikro. Organisasi menjadi hantaran untuk mengemis-mendapatkan rente dari pola hubungan yang patrimonial. Pola interaksi tuan-hamba antara pengurus organisasi dengan aktor politik eksternal, membuat kita kehilangan keberanian dalam mengambil keputusan.

Kritik adalah akar perbaikan,perlu dihadapi dengan terbuka. Dan jelas kritik bukan turunan dari pesimisme atas keadaan. Dalam stagnasi tradisi intelektual yang telah terjadi demikian lama, kita tetap perlu bersyukur melihat geliat perkaderan masih terus berjalan. Saya melihat, pada aktfitas perkaderan inilah konsentrasi kita perluterus dijaga dan dikembangkan.

Sebagai ketua umum PB HMI selama hampir delapan bulan terakhir saya berkunjung ke sedemikian banyak komisariat, cabang dan badko, serta berjumpa dengan ribuan kader dengan pemikiran dan tradisi yang khas masing-masing. Berbagai seremoni pelantikan, workshop, seminar, diskusi, dialog publik, intermediate dan advance training, serta pertemuan epistemik lainnya telah diselenggarakan dengan baik oleh begitu banyak pihak. Saya kagum dan heran sekaligus, inilah paradoks yang menggembirakan, di tengah kritik yang bertubi-tubi atas keadaan organisasi, sebenarnya kita tak pernah kehilangan semangat untuk melakukan perbaikan dan menggerakkan organisasi ini ke arah yang semestinya.

Dari refleksi di atas,saya memiliki beberapa catatan penting bagi kita untuk dilakukan ke depan. Pertama, Gerakan HMI back to campus tidak bisa terelakkan menjadi kebutuhan dalam mempertahankan status organisasi.Dibutuhkan kebijakan dari setiap level kepengurusan untuk membawa segala aktifitas HMI ke dalam kampus, atau menyesuaikan aktifitas HMI untuk mendukung prestasi akademik kader-kader di kampus. PB HMI selama ini telah mencoba untuk membawa kegiatan-kegiatan besar di kampus; Pelantikan di UGM, Rakernas di IPB, acara seminar dan dialog tidak lagi di ruangan hotel melainkan di kampus sekitar Jakarta dan sekretariat PB HMI, Rapat Pleno I PB HMI Januari nanti juga rencana diselenggarakan di UNPAD bandung.

Kedua, gerakan HMI Untuk Rakyatadalah kemestian yang tak terelakkan untuk terus disosialisasikan ke seluruh level kepengurusan. Jika kita percaya bahwa hanya demokrasi yang berkualitas yang dapat membawa pada kesejahteraan bangsa, maka peran HMI tak bisa lagi hanya berkisar pada kekuasaan politik elit, namun harus mengarah kepada penguatan kapasitas kewargaan (citizenship) untuk mendorong masyarakat madani (civilsociety) yang kuat. Tak perlu sungkan untuk dikatakan di sini, bahwa PB HMI memerlukan sumbangsih inovasi dari komisariat dan cabang dalam platform gerakan HMI Untuk Rakyat ini.

Ketiga, untuk menjelang bonus demografi dan perdagangan bebas di waktu mendatang, perkaderan kita perlu diperkaya dengan wawasan keprofesian dan kewirausahaan. Menghidupkan kembali lembaga-lembaga keprofesian di komisariat dan cabang akan memberikan daya organisasi yang lebih kuat, juga mendorong etos kerja yang selama ini kembang kempis.

Kelima, sebagai lembaga intelektual, kita tak punya pilihan lain kecuali mengembangkan budaya literasi;membaca, menulis, dan berdiskusi. Tiga aktifitas elementer inilah, yang selama ini barangkali dianggap sepele, namun sesungguhnya menjadi modal utama dalam memerankan aktifitas kita di masa ini maupun ke depan.

Kemauan kita merawat spirit berorganisasi yang inklusif, plural, toleran dan dinamis, sambil membuka diri untuk menerima dan membawa semangat zaman yang baru menjelang, akan memberikan warna yang kuat pada watak organisasi. Kesetiaan kita pada mission sacree terletak pada kemauan untuk terus-menerus memperbaiki diri dan organisasi, menuju profil kader yang berkualitas; muslim, intelektual, dan profesional, yang mampu menjadi motor kearah terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah swt.

Usia muda adalah waktu terbaik untuk membuka segenap potensi diri, membuktikan kesetiaan pada fitrah kemanusiaan yang hanif; selalu mencintai perbaikan dan kemajuan, sehingga hdup menjanjikan masa depan yang gemilang. Selamat menjalani tahun yang baru, tahun 2014. Yakin Usaha Sampai.


Muhammad Arief Rosyid Hasan
KETUA UMUM PB HMI


Sumber: http://independensia.com

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar